Waterloo Kekalahan prancis kematian napoleon

Kekalahan Waterloo kematian napoleon

Napoleon Bonaparte adalah sosok militer sekaligus politikus yang namanya melegenda di Eropa. Lahir di Korsika pada 1769, ia berhasil naik dari perwira biasa menjadi Kaisar Prancis pada 1804. Selama satu dekade, ia mencetak kemenangan demi kemenangan, menaklukkan Austria, Prusia, dan sebagian besar Eropa. Namun, di balik kejayaannya, Napoleon juga mengalami serangkaian kekalahan yang akhirnya mengakhiri dominasinya. Kisah kekalahan Napoleon merupakan pelajaran tentang ambisi, strategi, serta kesatuan negara-negara Eropa dalam menghadapi satu tokoh besar.

Pada puncak kejayaannya, Napoleon dianggap hampir tak terkalahkan. Ia memenangkan pertempuran besar seperti Austerlitz (1805) dan Wagram (1809). Namun, titik balik dimulai ketika ia meluncurkan Continental System, kebijakan blokade ekonomi untuk melemahkan Inggris. Sistem ini justru gagal karena banyak negara tetap bergantung pada perdagangan Inggris. Gagalnya blokade membuat Napoleon membuka front-front perang baru, yang akhirnya menguras tenaga pasukannya.Kesalahan terbesar Napoleon adalah invasi ke Rusia pada 1812. Ia memimpin Grande Armée dengan lebih dari 600.000 prajurit, berharap memaksa Tsar Alexander I tunduk pada blokade ekonomi. Strateginya keliru karena Rusia menerapkan taktik “scorched earth”: desa dan lumbung pangan dibakar sebelum ditinggalkan, sehingga pasukan Prancis kesulitan logistik.

The Battle Of Waterloo: How The French Won (Or Think They Did) |  HistoryExtra

Napoleon berhasil merebut Moskow pada September, tetapi kota itu kosong dan terbakar.
Pada puncak kejayaannya, Napoleon dianggap hampir tak terkalahkan. Ia memenangkan pertempuran besar seperti Austerlitz (1805) dan Wagram (1809). Namun, titik balik dimulai ketika ia meluncurkan Continental System, kebijakan blokade ekonomi untuk melemahkan Inggris. Sistem ini justru gagal karena banyak negara tetap bergantung pada perdagangan Inggris. Gagalnya blokade membuat Napoleon membuka front-front perang baru, yang akhirnya menguras tenaga pasukannya.Kesalahan terbesar Napoleon adalah invasi ke Rusia pada 1812. Ia memimpin Grande Armée dengan lebih dari 600.000 prajurit, berharap memaksa Tsar Alexander I tunduk pada blokade ekonomi. Strateginya keliru karena Rusia menerapkan taktik “scorched earth”: desa dan lumbung pangan dibakar sebelum ditinggalkan, sehingga pasukan Prancis kesulitan logistik.Ketika musim dingin Rusia tiba, pasukannya tak siap menghadapi suhu ekstrem. Kekurangan makanan dan perlengkapan, ditambah serangan Rusia di perjalanan pulang, menyebabkan kehancuran besar. Dari 600.000 prajurit, hanya sekitar 100.000 yang kembali. Kekalahan ini menghancurkan reputasi militer Napoleon dan menjadi awal kejatuhannya.
Setelah bencana Rusia, negara-negara Eropa segera bersatu membentuk Koalisi Keenam. Inggris, Austria, Rusia, Prusia, dan Swedia mengerahkan pasukan besar melawan Prancis.
Puncaknya adalah Pertempuran Leipzig atau “Battle of Nations” pada Oktober 1813. Sekitar 600.000 prajurit dari berbagai negara terlibat, menjadikannya pertempuran terbesar di Eropa sebelum Perang Dunia I. Napoleon kalah telak, dengan 70.000 pasukan gugur atau tertangkap. Kekalahan ini membuat dominasi Prancis di Jerman runtuh dan membuka jalan bagi pasukan koalisi menuju Paris.
Awal 1814, pasukan koalisi berhasil memasuki Paris. Napoleon dipaksa turun tahta pada April dan diasingkan ke Pulau Elba di Laut Mediterania. Di sana ia masih diberi gelar penguasa, namun dengan wilayah yang sangat kecil.
Meski tampak terasing, Napoleon tidak kehilangan ambisi. Pada Februari 1815, ia melarikan diri dari Elba, mendarat di Prancis, dan berhasil menarik dukungan rakyat serta tentara. Dalam waktu singkat, ia kembali berkuasa dalam periode yang dikenal sebagai “100 Hari”
Pertempuran Waterloo (1815)
Kembalinya Napoleon membuat negara-negara Eropa segera membentuk Koalisi Ketujuh. Lawan utama kali ini adalah Inggris di bawah Duke of Wellington serta Prusia di bawah Gebhard Leberecht von Blücher.
Pada 18 Juni 1815, Napoleon menghadapi pasukan koalisi di Waterloo, Belgia. Awalnya ia hampir unggul. Serangan pasukannya menekan barisan Inggris, namun datangnya pasukan Prusia di sore hari membalik keadaan. Prancis akhirnya kalah telak. Waterloo menjadi pertempuran terakhir Napoleon sekaligus simbol akhir ambisinya menaklukkan Eropa.
Setelah kekalahan Waterloo, Napoleon menyerahkan diri kepada Inggris. Kali ini, ia diasingkan jauh lebih jauh, yaitu ke Pulau Saint Helena di Samudra Atlantik Selatan. Lokasinya terpencil, membuat peluang melarikan diri mustahil. Napoleon tinggal di sana hingga wafat pada 5 Mei 1821 pada usia 51 tahun.
Penyebab kematiannya masih diperdebatkan. Sebagian sejarawan menyebut kanker lambung, sementara teori lain menduga adanya keracunan arsenik. Meski demikian, makamnya di Paris kini menjadi salah satu monumen paling banyak dikunjungi di Prancis.
Kejatuhan Napoleon tidak disebabkan oleh satu peristiwa saja, melainkan gabungan faktor:
Kelelahan sumber daya – perang panjang membuat ekonomi dan militer Prancis terkuras.
Ambisi terlalu besar – berusaha menguasai seluruh Eropa membuatnya berperang di banyak front.
Kesalahan strategi – invasi Rusia menghancurkan kekuatan militer utama.
Kebangkitan nasionalisme – rakyat di Spanyol, Jerman, dan Italia menolak dominasi Prancis.
Koalisi berulang – meski sering kalah, negara-negara Eropa bersatu kembali untuk menjatuhkannya.
Meski akhirnya kalah, Napoleon meninggalkan warisan penting. Ia memperkenalkan Code Napoléon, sistem hukum modern yang masih memengaruhi undang-undang di banyak negara. Ia juga mereformasi pendidikan, administrasi, serta birokrasi. Dengan demikian, kekalahan militer tidak menghapus pengaruh besarnya terhadap peradaban Eropa.
Kisah kekalahan Napoleon Bonaparte menunjukkan bahwa kejayaan tidak selalu abadi. Dari puncak kejayaan sebagai penguasa hampir seluruh Eropa, ia terjerumus dalam kehancuran akibat ambisi berlebihan, kesalahan strategi, dan kekuatan gabungan lawan-lawannya. Kekalahan di Rusia, kekalahan di Leipzig, dan akhirnya Waterloo menutup perjalanan seorang jenius militer.

Battle of Waterloo: Napoleon & Duke of Wellington | HISTORY

http://www.eskicanakkale.com

Meski demikian, Napoleon tetap dikenang sebagai tokoh yang mengubah wajah Eropa, baik melalui kemenangan maupun kekalahannya. Ia adalah bukti bahwa dalam sejarah, kegagalan seringkali sama pentingnya dengan keberhasilan, karena keduanya meninggalkan pelajaran abadi bagi generasi berikutnya.

baca juga : Tari Topeng Dayak Warisan Budaya Kalimantan
baca juga : Kampung Seni Wayang Giri Harja Mengembangkan
baca juga : Seni Tari Jaipong Warisan Budaya Mendunia