
Pulau Sumba, yang terletak di bagian timur Indonesia, dikenal sebagai salah satu wilayah yang masih sangat kental dengan warisan tradisi megalitik dan kepercayaan leluhur. Salah satu representasi budaya ini dapat ditemukan di Kampung Adat Tarung, sebuah pemukiman adat yang terletak di ketinggian bukit di pusat Kota Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat. Kampung ini bukan sekadar destinasi wisata budaya, tetapi juga merupakan pusat kehidupan sosial, spiritual, dan adat bagi masyarakat Sumba Barat.
Baca juga : Buah durian penuh nutrisi dampak positif
Baca juga : Gaya Hidup Aa Gym Spiritualitas dan Keteladanan
Baca juga : Menonton Langsung ke Stadion seKeluarga
Baca juga : Trek jalur Pendakian Gunung Batur Bali
Baca juga : Inovasi Pemanfaatan Perkebunan solusi Agrowisata
Baca juga : Perjalanan Karier Kurniawan Dwi Yulianto
Keunikan masyarakat Tarung terletak pada kemampuannya mempertahankan tradisi leluhur di tengah modernisasi. Rumah adat menjulang tinggi, batu kubur megalitik, serta ritual sakral yang dijalankan sepanjang tahun menjadi bukti bahwa warisan budaya masih hidup di tengah masyarakat
1. Sistem Kepercayaan: Marapu sebagai Pusat Kehidupan
Bagi masyarakat Kampung Adat Tarung, Marapu adalah fondasi kehidupan spiritual dan adat. Marapu bukan sekadar kepercayaan, melainkan sebuah sistem kosmologi yang mengatur hubungan manusia dengan alam, leluhur, dan Sang Pencipta.

http://www.eskicanakkale.com
a) Definisi dan Konsep
- Marapu adalah kepercayaan kepada roh leluhur (nenek moyang) yang diyakini memiliki peran sebagai perantara antara manusia dengan Maha Pencipta.
- Dalam pandangan masyarakat Tarung, dunia terbagi menjadi tiga:
- Dunia atas (tempat para dewa dan roh leluhur).
- Dunia tengah (tempat manusia hidup).
- Dunia bawah (tempat roh jahat dan kekuatan gaib).
Keseimbangan antara ketiga dunia ini hanya dapat dijaga melalui pelaksanaan ritual adat yang teratur.
b) Tempat Sakral
- Menhir (watu) → Batu tegak di tengah kampung yang menjadi pusat upacara.
- Rumah adat bagian atas (menara uma) → Menyimpan benda pusaka seperti parang, tombak, gading, dan manik-manik yang dianggap bersemayam roh leluhur.
c) Fungsi Ritual
Ritual dalam sistem Marapu bukan sekadar kegiatan keagamaan, melainkan juga sarana sosial. Ritual mengikat solidaritas warga kampung, sekaligus menjaga hubungan harmonis antara manusia, leluhur, dan alam.
2. Struktur Sosial dan Hukum Adat
a) Pemimpin Adat
- Kampung Tarung dipimpin oleh Mosalaki, yaitu tetua adat yang memiliki kewenangan spiritual dan sosial.
- Mosalaki dipilih berdasarkan garis keturunan dan dianggap sebagai pewaris pengetahuan leluhur.
b) Hukum Adat
- Hukum adat di Tarung bersifat mengikat dan ditaati seluruh anggota komunitas.
- Pelanggaran adat dapat dikenakan denda berupa hewan ternak (kerbau, kuda, babi) atau kain tenun ikat.
- Contoh pelanggaran adat: mencuri, melanggar pantangan saat Wulla Poddu, atau menolak membayar belis.
c) Musyawarah Adat
- Segala keputusan penting diambil melalui musyawarah yang dipimpin mosalaki.
- Musyawarah biasanya dilakukan di rumah adat utama atau di dekat menhir.
3. Rumah Adat: Uma Bokulu sebagai Simbol Kosmos

Rumah adat Kampung Tarung, yang dikenal sebagai Uma Bokulu atau rumah besar, merupakan ikon arsitektur tradisional Sumba.
a) Bentuk dan Struktur
- Rumah berbentuk panggung tinggi dengan atap menjulang seperti menara.
- Terbagi menjadi tiga bagian:
- Kaliang (bawah rumah) → digunakan sebagai kandang ternak.
- Ruang tengah → tempat keluarga beraktivitas, menerima tamu, dan ritual keluarga.
- Menara atap → tempat penyimpanan benda pusaka dan persembahan leluhur.
b) Fungsi Spiritual
Rumah bukan hanya tempat tinggal, melainkan miniatur kosmos. Bagian bawah melambangkan dunia bawah, bagian tengah melambangkan dunia manusia, dan bagian atas melambangkan dunia leluhur.
c) Fakta Penting
- Tahun 2017, kebakaran melanda Kampung Tarung, menghancurkan sebagian besar rumah adat.
- Namun, masyarakat berhasil membangun kembali rumah adat dengan gotong royong serta bantuan pemerintah dan lembaga kebudayaan.
4. Upacara dan Ritual Adat
a) Wulla Poddu

- Waktu: Oktober – November.
- Makna: Bulan suci untuk refleksi dan penyucian diri.
- Pantangan: Dilarang menikah, berpesta, atau berperang.
- Ritual: Doa, persembahan hewan, dan kegiatan simbolis di sekitar menhir.
b) Upacara Kematian
- Salah satu ritual paling penting di Tarung.
- Jenazah dimakamkan dalam kubur batu megalitik.
- Hewan kurban (kerbau, kuda, babi) dipersembahkan, darahnya dianggap sebagai persembahan bagi roh leluhur.
- Proses pemakaman melibatkan seluruh kampung, yang bekerja sama memindahkan batu kubur yang beratnya bisa mencapai puluhan ton.
c) Pasola
- Meskipun pusatnya di Kodi (Sumba Barat Daya), masyarakat Tarung ikut serta dalam Pasola.
- Pasola adalah perang-perangan dengan menunggang kuda dan melempar tombak kayu.
- Darah yang tumpah dalam Pasola diyakini menyuburkan tanah.
d) Ritual Panen dan Hujan
- Dilakukan di sekitar menhir.
- Persembahan berupa hasil bumi (jagung, padi, sirih pinang) serta hewan kurban.
- Mosalaki memimpin doa agar panen melimpah dan cuaca bersahabat.
5. Perkawinan Adat
a) Sistem Belis
- Perkawinan adat di Tarung tidak dapat dilepaskan dari sistem belis (mas kawin).
- Pihak laki-laki menyerahkan kerbau, kuda, dan babi.
- Pihak perempuan menyerahkan kain tenun ikat, perhiasan, dan sirih pinang.
b) Fungsi Sosial
- Belis bukan sekadar simbol cinta, tetapi juga pengikat hubungan antar keluarga besar.
- Belis berfungsi sebagai “kontrak sosial” yang menjamin keharmonisan antara dua keluarga.
c) Fakta Penting
- Besarnya belis bergantung pada status sosial keluarga. Untuk bangsawan adat, belis dapat mencapai puluhan ekor ternak.
6. Tenun Ikat Sumba
a) Proses Pembuatan
- Tenun dibuat oleh perempuan dengan teknik tradisional yang diwariskan turun-temurun.
- Prosesnya memakan waktu berbulan-bulan, mulai dari memintal benang, memberi warna alami, hingga menenun.
b) Makna Simbolis
- Motif kain menggambarkan kuda, buaya, tengkorak, dan simbol leluhur.
- Kain tenun digunakan dalam upacara adat, perkawinan, hingga pemakaman.
c) Fakta
- Satu lembar kain ikat tradisional bisa dijual dengan harga jutaan rupiah karena kerumitannya.
7. Gotong Royong dan Solidaritas Sosial
a) Sistem Lamba
- Prinsip gotong royong di Tarung disebut lamba.
- Bantuan yang diberikan kepada keluarga lain akan dibalas pada saat keluarga sendiri membutuhkan.
b) Fakta
- Dalam upacara besar seperti pemakaman, ratusan orang terlibat.
- Hewan kurban dikumpulkan dari seluruh keluarga, sehingga beban biaya tidak ditanggung satu pihak saja.
8. Kalender Adat Tahunan
Masyarakat Tarung masih menggunakan kalender tradisional Marapu, yang berdasarkan hitungan bulan dan tanda alam.
Bulan | Ritual | Fakta |
---|---|---|
Januari–Februari | Ritual hujan | Persembahan hewan di menhir untuk menjaga kesuburan ladang. |
Maret–April | Ritual tanam | Benih disucikan sebelum ditanam. |
Mei–Juni | Ritual panen | Persembahan hasil bumi pertama ke rumah adat. |
Juli–Agustus | Perkawinan adat | Belis diserahkan, kain tenun digunakan. |
September | Persiapan Wulla Poddu | Mosalaki menetapkan pantangan. |
Oktober–November | Wulla Poddu | Bulan suci, penuh ritual dan pantangan. |
Desember | Persiapan Pasola | Masyarakat Tarung ikut dalam perayaan kolektif. |
9. Nilai-Nilai Adat
Dari keseluruhan tradisi, terdapat nilai utama yang dipegang masyarakat Tarung:
- Penghormatan kepada leluhur → menjadi fondasi semua aktivitas.
- Kebersamaan dan gotong royong → diwujudkan melalui lamba.
- Keseimbangan alam → dijaga dengan ritual panen, hujan, dan Pasola.
- Identitas budaya → rumah adat dan kain tenun sebagai simbol kebanggaan.
Masyarakat Kampung Adat Tarung adalah salah satu komunitas adat yang masih menjaga erat warisan leluhur di Sumba Barat. Sistem kepercayaan Marapu, rumah adat menjulang tinggi, kubur batu megalitik, serta kalender ritual yang teratur menunjukkan bahwa mereka hidup dalam keseimbangan antara dunia manusia, dunia leluhur, dan alam.
Tradisi ini tidak hanya membentuk identitas budaya, tetapi juga menjadi daya tarik wisata dan warisan yang bernilai tinggi bagi Indonesia. Fakta-fakta yang ada—mulai dari belis perkawinan yang mahal, kubur batu raksasa yang dipindahkan secara gotong royong, hingga kain tenun ikat yang memakan waktu berbulan-bulan pembuatannya—menunjukkan betapa kuatnya peran adat dalam kehidupan masyarakat Tarung.
Di tengah arus modernisasi, masyarakat Tarung tetap mampu menjaga tradisi mereka. Hal ini tidak hanya menunjukkan keteguhan mereka terhadap warisan leluhur, tetapi juga memberikan pelajaran tentang pentingnya kebersamaan, solidaritas, dan penghormatan terhadap alam serta sejarah.