Kerajaan dan Kesultanan Kendari Sejarah Fakta

Kerajaan dan Kesultanan Kendari Sejarah Fakta

Kota Kendari, ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara, pada awalnya hanyalah sebuah perkampungan kecil yang berada di tepi Teluk Kendari. Kota ini tumbuh karena posisi strategisnya sebagai pelabuhan alami yang terlindung. Namun jauh sebelum Kendari berkembang menjadi kota modern, wilayah ini telah menjadi bagian dari dinamika sejarah kerajaan-kerajaan lokal yang berperan besar dalam membentuk identitas masyarakat Sulawesi Tenggara.

Lukman Abunawas Dikukuhkan Menjadi Raja Konawe Ke-34 - Suarakendari.com

Baca juga : Atlético Nacional Raksasa Hijau Medellín
Baca juga : Gaya Hidup Dian Sastrowardoyo Karier Keluarga
Baca juga : Club Atlético Independiente Rey de Copas Argentina
Baca juga : wisata Patagonia Keajaiban Alam
Baca juga : Biografi Profesional Emil Elestianto Dardak

Untuk memahami sejarah Kendari, kita tidak bisa melepaskan diri dari tiga kerajaan utama yang tumbuh di sekitarnya, yakni Kerajaan Konawe, Kerajaan Mekongga, dan Kesultanan Buton. Ketiganya saling berhubungan melalui jalur politik, perdagangan, pernikahan, dan bahkan peperangan. Selain itu, ada pula kerajaan-kerajaan kecil lain yang turut mewarnai perjalanan sejarah di kawasan ini.

I. Kerajaan Konawe (Kerajaan Tolaki)

1. Asal-Usul dan Legenda

Kerajaan Konawe adalah kerajaan lokal terbesar di daratan Sulawesi Tenggara. Kerajaan ini dianggap sebagai warisan leluhur utama suku Tolaki, yang hingga kini menjadi kelompok etnis dominan di wilayah Kendari, Konawe, dan sekitarnya.

Menurut tradisi lisan, pendiri kerajaan ini adalah Mepokoaso, seorang tokoh yang diyakini sebagai leluhur suku Tolaki. Nama Mepokoaso secara harfiah berarti “yang menjadi asal” atau “yang pertama”. Dari garis keturunannya, lahirlah para raja yang memimpin masyarakat Konawe.

2. Sistem Pemerintahan

Pemerintahan Kerajaan Konawe berbasis pada sistem hukum adat yang disebut Sara. Sistem ini membagi kekuasaan menjadi tiga unsur utama:

Benda Kerajaan Konawe Kembali Disakralkan - Kolaka Pos News

http://www.eskicanakkale.com

  • Sara Patandea → Unsur pemerintahan/eksekutif.
  • Sara Mbedulu → Unsur penasehat adat.
  • Sara Hukumu → Unsur peradilan adat.

Raja disebut sebagai Mekongga, dan dibantu oleh pejabat-pejabat adat serta kepala wilayah. Gelar Mekongga ini tidak hanya berarti penguasa, tetapi juga memiliki makna simbolis sebagai pemimpin tertinggi yang menjembatani rakyat dengan leluhur.

3. Wilayah Kekuasaan

Kerajaan Konawe meliputi wilayah luas yang kini mencakup:

  • Kabupaten Konawe
  • Kabupaten Konawe Selatan
  • Sebagian wilayah Kendari
  • Daerah pedalaman hingga hulu sungai-sungai besar

Posisinya yang berada di dataran subur menjadikan Konawe dikenal sebagai lumbung padi lokal sejak dulu. Hal ini memberi pengaruh besar dalam ketahanan pangan dan daya tarik ekonomi.

4. Kehidupan Sosial dan Budaya

Budaya Tolaki, yang lahir dari sistem kerajaan ini, memiliki ciri khas:

  • Bahasa Tolaki yang hingga kini masih digunakan.
  • Upacara Adat Karia, yaitu ritual kedewasaan bagi anak gadis.
  • Musik tradisional Ladolado dan Gambus.
  • Filosofi Inae Konasara Ie Pinesara, Inae Liasara Ie Pinekasara (Barangsiapa yang menghormati, akan dihormati; barangsiapa yang merendahkan, akan direndahkan).

5. Hubungan dengan Kerajaan Lain

Kerajaan Konawe memiliki hubungan dagang dan politik dengan kerajaan-kerajaan sekitar, terutama:

  • Kerajaan Mekongga di Kolaka → kadang bersaing, kadang bersekutu.
  • Kesultanan Buton → berhubungan dalam perdagangan laut, juga dalam perebutan pengaruh di kawasan pesisir.
  • Kerajaan Bone (Sulsel) → menjadi mitra sekaligus lawan dalam dinamika politik.

II. Kerajaan Mekongga (Kolaka)

1. Letak dan Sejarah

Mekongga, kerajaan / Prov. Sulawesi Tenggara – kab. Kolaka | Kesultanan dan  Kerajaan di Indonesia

Kerajaan Mekongga terletak di wilayah Kolaka, sekitar 150 km dari Kendari. Nama Mekongga merujuk pada gelar raja yang memimpin kerajaan. Mekongga berdiri sejak sekitar abad ke-14 dan menjadi salah satu kerajaan kuat di daratan Sulawesi Tenggara bagian barat.

2. Struktur Pemerintahan

Seperti halnya Konawe, Mekongga memiliki sistem pemerintahan berbasis adat. Raja disebut Mekongga, dan dibantu oleh dewan adat. Kekuasaan Mekongga lebih menekankan pada:

  • Pertahanan wilayah, karena posisi Kolaka berada di jalur strategis yang menghubungkan pesisir timur Sulawesi dengan perdagangan ke luar daerah.
  • Pengelolaan sumber daya alam, terutama hasil bumi dan laut.

3. Wilayah Kekuasaan

Mekongga menguasai daerah pesisir Kolaka, hingga sebagian wilayah pedalaman. Wilayah ini sangat penting karena menjadi jalur perdagangan menuju Teluk Bone dan Laut Banda.

4. Bukti Peninggalan

Salah satu peninggalan yang masih ada adalah Benteng Tobo-tobo, sebuah benteng batu karang yang menjadi simbol pertahanan kerajaan. Benteng ini digunakan untuk melawan serangan musuh, termasuk pada masa awal kolonial Belanda.

5. Hubungan dengan Konawe dan Buton

  • Dengan Konawe → hubungan dinamis, kadang terjadi peperangan untuk memperluas wilayah.
  • Dengan Kesultanan Buton → berhubungan dalam perdagangan, meski Buton lebih dominan di laut.
  • Dengan Kerajaan Bone di Sulawesi Selatan → memiliki hubungan kuat, karena Bone kerap melakukan ekspedisi ke wilayah Sulawesi Tenggara.

III. Kesultanan Buton

1. Pusat Kekuasaan

Mengenal Sejarah Singkat Kerajaan Buton

Kesultanan Buton berpusat di Baubau, Pulau Buton, namun pengaruhnya sangat luas hingga mencapai Teluk Kendari. Kesultanan ini berdiri pada abad ke-14, awalnya sebagai kerajaan, lalu berubah menjadi kesultanan Islam pada abad ke-16.

2. Struktur Pemerintahan

Pemerintahan Kesultanan Buton sangat unik dan dianggap modern pada zamannya. Ada sistem konstitusi tertulis yang disebut Murtabat Tujuh, yang mengatur tata pemerintahan dan kehidupan sosial. Sultan memimpin dibantu dewan yang disebut Siolimbona.

3. Wilayah Kekuasaan

Buton menguasai wilayah maritim luas, termasuk:

  • Pesisir Pulau Buton
  • Kepulauan Wakatobi
  • Sebagian wilayah pesisir Kendari dan Konawe
  • Jalur perdagangan menuju Maluku

4. Pengaruh di Kendari

Karena kekuatan maritimnya, Kesultanan Buton memiliki pengaruh besar di Kendari, terutama:

  • Menguasai jalur perdagangan di Teluk Kendari.
  • Menyebarkan agama Islam ke daratan Sulawesi Tenggara.
  • Membentuk jaringan ekonomi berbasis laut bersama suku Bajo.

5. Hubungan dengan Kolonial

Pada abad ke-17 hingga ke-19, Buton sering berhadapan dengan Belanda. Namun pada akhirnya Belanda menjadikan Buton sebagai salah satu kerajaan bawahan dalam sistem pemerintahan kolonial.


IV. Hubungan Antar-Kerajaan

InfoPublik - PAKAIAN ADAT KESULTANAN BUTON
  1. Konawe ↔ Mekongga
    • Rivalitas daratan: perebutan sumber daya dan wilayah.
    • Namun juga ada kerja sama dalam menghadapi ancaman eksternal.
  2. Konawe & Mekongga ↔ Buton
    • Buton unggul di laut, sedangkan Konawe-Mekongga unggul di darat.
    • Terjadi interaksi perdagangan intensif, sekaligus kompetisi politik.
  3. Pengaruh Kerajaan Bone (Sulawesi Selatan)
    • Bone kerap masuk ke wilayah Sulawesi Tenggara untuk berdagang dan menancapkan pengaruh politik.
    • Kadang bersekutu dengan Buton, kadang dengan Mekongga.

V. Masa Kolonial dan Dampaknya

  • Belanda mulai masuk ke Sulawesi Tenggara pada abad ke-17 melalui jalur laut.
  • Kendari menjadi penting setelah ditemukan potensi tambang, terutama nikel.
  • Pelabuhan Lama Kendari dibangun sebagai pusat perdagangan kolonial.
  • Kerajaan lokal perlahan kehilangan kedaulatan politik, namun tetap berpengaruh dalam budaya dan adat.

VI. Jejak Budaya Kerajaan dalam Kehidupan Modern Kendari

  1. Bahasa dan Tradisi Tolaki dari Kerajaan Konawe masih dipakai di Kendari.
  2. Upacara adat seperti karia masih dilaksanakan hingga kini.
  3. Peninggalan fisik: Benteng Tobo-tobo, bangunan tua di Teluk Kendari, serta museum Sulawesi Tenggara.
  4. Identitas maritim dari Kesultanan Buton masih tampak dalam tradisi masyarakat Bajo di sekitar Kendari.

Sejarah Kendari tidak bisa dilepaskan dari peran kerajaan lokal di sekitarnya. Kerajaan Konawe dan Mekongga adalah kekuatan daratan yang membentuk identitas etnis Tolaki, sedangkan Kesultanan Buton adalah kekuatan maritim yang mengendalikan perdagangan dan penyebaran Islam.
Ketiga entitas politik ini saling memengaruhi dan membentuk warisan budaya yang masih hidup hingga kini di Kendari. Dari sistem adat Tolaki, benteng-benteng batu Mekongga, hingga jejak Islamisasi oleh Buton, semuanya adalah bagian dari mosaik sejarah yang memperkaya identitas Kendari sebagai ibu kota Sulawesi Tenggara.