Buruh Sekarang dan Buruh Dulu Demi Rakyat

Buruh Sekarang dan Buruh Dulu Demi Rakyat

Terlihat jelas dalam demonstrasi buruh tanggal 28 agustus terasa beda jauh tidak seperti dulu satu arah tujuan dengan mahasiswa dan rakyat.

Ideologi Partai Buruh, Sejarah & Nomor Urut Pemilu 2024

Baca juga : Mengenang Para Pahlawan Pejuang Reformasi 98
Baca juga : TRAGEDI1998 JILID 2 TAHUN 2025 #IND0NESIA GELAP
Baca juga : pola pikir anak muda STM tentang masa depan
Baca juga : Kreatifitas orasi anak STM bengkel sampai DPR

Gerakan buruh di Indonesia memiliki sejarah panjang yang tak bisa dipisahkan dari perjalanan bangsa ini. Buruh tidak hanya dipandang sebagai pekerja yang menuntut kesejahteraan, tetapi juga sebagai salah satu motor perubahan sosial dan politik. Demonstrasi buruh, sejak masa kolonial hingga era modern, selalu memiliki arti penting dalam menekan pemerintah dan penguasa agar memperhatikan suara rakyat. Namun, jika kita melihat dari kacamata sejarah, ada perbedaan yang sangat signifikan antara demonstrasi buruh di masa lalu dengan demonstrasi buruh di masa sekarang.

Tulisan ini akan membedah secara rinci perbedaan tersebut dari berbagai aspek, meliputi konteks zaman, tujuan, gaya aksi, solidaritas, hingga hubungan dengan negara. Dengan memahami perbedaan ini, kita bisa melihat bagaimana dinamika buruh berubah dari masa ke masa, serta bagaimana peran mereka dalam memperjuangkan rakyat berkembang.


Konteks Zaman

Buruh Dulu

Serikat Buruh yang Terbagi Antara Tenaga Kerja Tradisional dan Digital di  Indonesia - Universitas Airlangga Official Website

Pada masa Orde Lama (1945–1965), buruh sering kali menjadi bagian dari gerakan rakyat yang lebih besar. Mereka bukan hanya memperjuangkan upah dan kesejahteraan kerja, tetapi juga mengusung isu politik nasional, seperti anti-kolonialisme, kedaulatan negara, serta perlawanan terhadap sistem ekonomi yang menindas. Serikat buruh seperti SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) bahkan menjadi organisasi massa yang memiliki pengaruh luas dan kerap bersentuhan langsung dengan kebijakan negara.

Pada masa Orde Baru (1966–1998), konteksnya berubah drastis. Negara mengendalikan ketat gerakan buruh. Demonstrasi buruh sering dianggap ancaman stabilitas politik dan keamanan. Buruh yang menuntut hak sering mendapat label “subversif” atau bahkan dituduh berhubungan dengan komunisme. Dengan demikian, demonstrasi di masa itu penuh risiko, karena aparat militer sering membubarkan aksi secara paksa.

Buruh Sekarang

Sejak era Reformasi 1998, buruh memiliki ruang lebih bebas untuk menyuarakan aspirasi. Demonstrasi tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan subversi, meskipun praktik represif tetap terjadi. Konteks zaman sekarang adalah globalisasi dan neoliberalisme, di mana hubungan kerja semakin fleksibel, banyak sistem outsourcing, dan pekerja dihadapkan pada ketidakpastian kerja. Karena itu, demonstrasi buruh cenderung fokus pada isu-isu praktis, seperti penolakan PHK, tuntutan kenaikan upah, penolakan UU Cipta Kerja, atau pembelaan terhadap jaminan sosial.


Tujuan Demonstrasi

Buruh Dulu

Buruh di masa lalu kerap menjadikan demonstrasi sebagai wadah perjuangan rakyat secara luas. Mereka tidak hanya memperjuangkan diri mereka sendiri, tetapi juga menempatkan dirinya sebagai representasi rakyat tertindas. Tuntutan buruh dulu bersifat lebih ideologis dan revolusioner, misalnya menuntut distribusi tanah, menolak imperialisme asing, dan memperjuangkan sistem ekonomi yang adil bagi seluruh rakyat.

SEJARAH HARI BURUH DI INDONESIA - SERIKAT PEKERJA NASIONAL

http://www.eskicanakkale.com

Buruh Sekarang

Tujuan demonstrasi buruh kini lebih pragmatis. Fokus utama terletak pada isu kesejahteraan langsung: kenaikan upah minimum, penghapusan sistem kerja kontrak, perlindungan terhadap buruh perempuan, serta jaminan kesehatan dan pensiun. Walaupun terkadang buruh ikut menyuarakan aspirasi rakyat luas, seperti dalam aksi menolak kenaikan harga BBM atau UU Cipta Kerja, namun orientasi gerakan lebih spesifik pada dunia perburuhan itu sendiri.


Bentuk dan Gaya Aksi

Buruh Dulu

Aksi buruh pada masa lalu biasanya lebih militan. Demonstrasi sering dipadukan dengan pemogokan massal yang benar-benar melumpuhkan roda produksi. Selain itu, karena minimnya media informasi, satu-satunya cara menyuarakan tuntutan adalah dengan turun ke jalan. Demonstrasi sering kali berlangsung penuh risiko, dengan kemungkinan ditangkap, dipenjara, atau bahkan hilang secara misterius. Namun justru karena risiko tinggi itu, semangat ideologis mereka sangat kuat.

Buruh Sekarang

Demonstrasi buruh sekarang lebih variatif. Selain turun ke jalan, mereka juga memanfaatkan media sosial untuk menyuarakan aspirasi. Aksi digital melalui kampanye hashtag atau video pendek bisa menjangkau publik lebih luas. Bentuk demonstrasi juga lebih terorganisir: ada panggung orasi, spanduk, atribut serikat buruh, hingga musik perlawanan. Risiko tetap ada, seperti bentrokan dengan aparat atau kriminalisasi aktivis, tetapi tidak seberbahaya masa otoritarian Orde Baru.

Ini Keuntungan Anda Bergabung ke Serikat Buruh - Kantor Berita Buruh

Solidaritas dan Identitas

Buruh Dulu

Solidaritas buruh di masa lalu begitu kuat. Mereka merasa perjuangan mereka bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan untuk seluruh rakyat yang tertindas. Identitas buruh erat kaitannya dengan ideologi besar seperti sosialisme, marxisme, atau nasionalisme kerakyatan. Akibatnya, gerakan buruh sering dipandang sebagai bagian dari “gerakan rakyat” yang lebih besar.

Buruh Sekarang

Solidaritas buruh masa kini lebih terfragmentasi. Ada banyak serikat buruh dengan orientasi berbeda-beda, sehingga koordinasi kadang sulit dilakukan. Identitas gerakan pun lebih profesional dan legalistik, misalnya melalui advokasi hukum, lobi politik, atau judicial review di Mahkamah Konstitusi. Meski begitu, buruh tetap menjalin solidaritas dengan rakyat, misalnya ketika menolak UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan masyarakat luas. Namun, kekuatan kolektif mereka dinilai tidak sekuat masa lalu.


Hubungan dengan Negara

Buruh Dulu

Negara pada masa lalu bersikap sangat keras terhadap gerakan buruh. Pada masa Orde Baru, buruh tidak diperkenankan melakukan demonstrasi bebas. Negara hanya mengakui serikat buruh yang tunduk pada pemerintah, seperti SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Demonstrasi liar dianggap mengancam stabilitas politik, sehingga sering dibubarkan dengan kekerasan. Banyak buruh atau aktivis perburuhan yang masuk daftar hitam dan kesulitan mencari kerja lagi.

Buruh Sekarang

Hubungan buruh dengan negara di era Reformasi lebih terbuka. Negara tidak bisa begitu saja melarang demonstrasi, karena kebebasan berserikat dan berpendapat dijamin konstitusi. Namun, bukan berarti negara sepenuhnya berpihak pada buruh. Kriminalisasi masih terjadi, dan aparat sering membubarkan aksi dengan alasan mengganggu ketertiban umum. Di sisi lain, buruh kini punya ruang masuk ke politik formal, seperti mendirikan Partai Buruh atau mengajukan judicial review di pengadilan.


Dampak Demonstrasi terhadap Rakyat

Buruh Dulu

Karena perjuangan buruh dulu bersifat menyeluruh, rakyat sering merasakan dampak langsung dari demonstrasi mereka. Gerakan buruh yang menuntut keadilan sosial membawa harapan besar bagi rakyat miskin, petani, dan kelompok tertindas lainnya. Buruh dipandang sebagai bagian integral dari rakyat, bukan kelompok terpisah.

Mengenal Check Off System Serikat Pekerja/Buruh di Indonesia ~  fsplemspsi.or.id

Buruh Sekarang

Dampak demonstrasi buruh sekarang cenderung lebih terbatas. Rakyat mendukung ketika tuntutan buruh sejalan dengan kepentingan mereka, misalnya menolak kenaikan harga BBM atau menolak UU Cipta Kerja. Namun, ketika demonstrasi lebih fokus pada isu sektoral seperti kenaikan UMR, dukungan rakyat bisa melemah. Muncul pandangan bahwa buruh hanya memperjuangkan kepentingannya sendiri.

Perbedaan antara buruh dulu dan buruh sekarang dalam demonstrasi demi rakyat dapat dilihat dari berbagai aspek. Buruh dulu lebih ideologis, revolusioner, dan menyatu dengan rakyat. Demonstrasi mereka bukan hanya tentang kesejahteraan buruh, tetapi juga tentang perubahan sistem sosial-politik yang lebih adil. Sebaliknya, buruh sekarang lebih pragmatis, fokus pada isu kesejahteraan langsung, serta memanfaatkan media modern untuk memperjuangkan hak.
Meski begitu, baik dulu maupun sekarang, buruh tetap memainkan peran penting sebagai suara rakyat. Perubahan bentuk dan orientasi demonstrasi buruh bukan berarti melemahkan perjuangan mereka, melainkan menunjukkan adaptasi terhadap konteks zaman. Dalam kondisi globalisasi dan kapitalisme modern, perjuangan buruh tetap relevan untuk mengingatkan negara agar tidak melupakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.