Masih teringat kejadian tahun 1998 penyerangan kampus trisakti jakarta.
dan sekarang terjadi di kampus unisba dan unpas apakah ini akan menjadi tragedi revolusi jilid 2.

Baca juga : Inovasi masyarakat langsung perampasan aset
Baca juga : Rakyat indonesia bersatu 1pahlawan menyatukan bangsa
Baca juga : Reformasi indonesia jilid 2 gugur 2 pahlawan
Baca juga : ilangnya keindahan pesona metropolitan
Baca juga : Pesta anak penjarahan rumah dewan
Peristiwa penyerangan aparat keamanan ke area kampus Unisba dan Unpas di Bandung pada 1 September 2025 menjadi sorotan nasional. Insiden ini bukan hanya soal kericuhan sesaat, melainkan juga menyentuh isu yang lebih mendalam: pelanggaran ruang akademik, hak mahasiswa, dan penggunaan kekuatan negara terhadap warga sipil. Berbagai pihak menyebut bahwa tindakan tersebut mencoreng demokrasi dan kebebasan akademik di Indonesia. Artikel ini memaparkan fakta-fakta secara rinci: mulai dari kronologi, latar belakang, pernyataan resmi, dampak, hingga respons publik.
Kronologi Lengkap Kejadian

- Malam Tanggal 1 September 2025
Setelah aksi demonstrasi mahasiswa di kawasan DPRD Jawa Barat yang berlangsung sore hingga malam hari, situasi sempat mereda. Massa aksi membubarkan diri sekitar pukul 20.00 WIB. Namun, aparat gabungan dari Polri dan TNI tetap melakukan patroli dan penyisiran di kawasan Jalan Tamansari, lokasi yang berdekatan dengan kampus Unisba dan Unpas. - Pukul 23.38 WIB
Berdasarkan rekaman video yang beredar luas, aparat terlihat mulai menembakkan gas air mata ke arah kerumunan mahasiswa. Tembakan tersebut tidak hanya ke jalan, melainkan juga masuk ke area kampus. Bahkan beberapa peluru gas air mata mendarat di halaman hingga gedung dalam kampus. - Peluru Karet
Selain gas air mata, sejumlah saksi mata menyebutkan aparat juga melepaskan peluru karet ke arah mahasiswa yang masih berada di sekitar kampus. Bunyi letupan terdengar bersahut-sahutan, menimbulkan suasana panik. Teriakan mahasiswa seperti “Woi, kampus!” atau “Unpas, Unisba!” terdengar, menandakan mereka ingin mengingatkan aparat bahwa tembakan diarahkan ke institusi pendidikan. - Kondisi di Lapangan
- Mahasiswa berlarian mencari tempat perlindungan.
- Beberapa jatuh pingsan akibat sesak napas karena paparan gas air mata.
- Relawan medis yang berada di posko Unisba kewalahan menangani korban yang terus berdatangan.
- Satpam kampus yang bertugas malam itu juga terkena dampak, setidaknya tiga orang tumbang akibat gas.
- Evakuasi Korban
Menurut catatan relawan, total 69 mahasiswa dan 24 orang lain (termasuk satpam serta relawan) sempat dilarikan ke posko medis darurat di dalam kampus Unisba. Sebagian mengalami sesak napas, iritasi mata, dan kelelahan.

http://www.eskicanakkale.com
Klaim dan Versi dari Aparat
Polda Jawa Barat kemudian memberi penjelasan resmi. Menurut keterangan Kabid Humas Polda Jabar:
- Aparat gabungan sebenarnya tidak berniat menyerang kampus.
- Insiden bermula ketika aparat yang berpatroli dilempari bom molotov oleh sekelompok orang yang diduga bagian dari massa aksi.
- Sebagai langkah pembelaan diri dan tindakan preventif, aparat menembakkan gas air mata ke arah sumber serangan.
- Mereka menegaskan bahwa aparat tidak masuk ke dalam kampus, hanya menembakkan gas dari luar pagar.
Namun, bukti visual dari CCTV kampus, foto, dan video di media sosial menunjukkan gas air mata memang masuk ke area dalam kampus, menimbulkan kontroversi atas klaim tersebut.
Status Kampus sebagai Zona Aman
Dalam sejarah gerakan mahasiswa Indonesia, kampus sering dianggap zona netral dan aman. Saat terjadi kericuhan, mahasiswa biasanya mencari perlindungan di dalam kampus karena secara normatif, aparat tidak diperbolehkan masuk ke wilayah akademik tanpa izin resmi. Selain itu, pada malam insiden, Unisba difungsikan sebagai posko medis untuk merawat korban aksi. Hal ini membuat penembakan gas air mata ke area kampus dinilai sebagai tindakan pelanggaran etika dan hukum, sekalipun aparat mengklaim tidak berniat masuk.
Reaksi Mahasiswa dan Publik
- Mahasiswa
Banyak mahasiswa merasa terancam dan tidak aman. Kampus yang seharusnya menjadi tempat berlindung justru ditembaki. Beberapa kesaksian menyebutkan mereka sempat “terjebak” di dalam kampus karena pintu gerbang tertutup sementara gas terus mengepul di sekitar mereka. - LBH Bandung
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mengeluarkan kecaman keras. Menurut mereka, tindakan aparat adalah bentuk serangan terhadap kebebasan akademik. Kampus bukan medan tempur, melainkan ruang pendidikan yang dilindungi konstitusi. LBH mendesak agar aparat yang terlibat diusut dan pemerintah memberikan jaminan perlindungan terhadap kampus. - Opini Akademisi
Sejumlah dosen dan pengamat menyebut bahwa serangan ini bisa memperburuk hubungan antara aparat dan dunia kampus. Mereka menilai bahwa tindakan represif seperti ini justru memperpanjang ketidakpercayaan publik terhadap aparat keamanan. - Media Sosial dan Tagar
Isu ini langsung viral. Tagar seperti #AllEyesOnBandung, #AllEyesOnUnisba, dan #AllEyesOnUnpas menjadi trending. Banyak warganet membandingkan insiden ini dengan kasus pelanggaran hak sipil di masa lalu. Visual mahasiswa terkapar dan kampus diselimuti asap gas air mata menjadi simbol kuat perlawanan terhadap tindakan represif negara. - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi
Publik mendesak Gubernur Jabar untuk turun tangan. Mereka menilai kepala daerah harus segera mengintervensi agar kejadian serupa tidak berulang. Hingga kini, tekanan terhadap pemerintah daerah dan pusat terus meningkat.
Dampak Jangka Pendek
- Kesehatan: Puluhan mahasiswa dan satpam mengalami sesak napas, pusing, serta iritasi. Beberapa harus menjalani perawatan lanjutan di rumah sakit.
- Psikologis: Banyak mahasiswa mengaku trauma. Kampus yang biasanya aman kini diasosiasikan dengan rasa takut.
- Kegiatan Akademik: Perkuliahan sempat terganggu. Sebagian dosen mengadakan kelas daring sebagai bentuk proteksi.
Dampak Jangka Panjang
- Hubungan Kampus dan Aparat
Kepercayaan antara pihak universitas dan aparat keamanan bisa rusak. Kampus mungkin akan menolak kerjasama dengan aparat dalam kegiatan tertentu. - Gerakan Mahasiswa
Insiden ini justru bisa memicu solidaritas mahasiswa lebih besar. Tuntutan mereka tidak hanya soal isu awal demonstrasi, tetapi juga terkait perlindungan ruang akademik dan demokrasi. - Isu Nasional
Kasus ini menambah daftar panjang penggunaan gas air mata di Indonesia yang kontroversial, termasuk tragedi Kanjuruhan 2022. Publik semakin menyoroti regulasi penggunaan senjata kimia oleh aparat. - Hukum dan Politik
Jika tidak ditangani transparan, insiden ini dapat mencoreng citra pemerintah dan memperburuk legitimasi aparat di mata masyarakat. Desakan pembentukan tim investigasi independen semakin kuat.
Analisis
Insiden penyerangan kampus Unisba dan Unpas tidak bisa dilihat hanya sebagai “bentrokan biasa”. Ada beberapa hal penting:
- Pelanggaran Prinsip: Kampus seharusnya dilindungi, bukan diserang. Penggunaan gas air mata hingga masuk ke area akademik menyalahi prinsip perlindungan ruang pendidikan.
- Klaim Aparat yang Kontradiktif: Pernyataan “tidak menyerang kampus” tidak sejalan dengan bukti visual yang jelas memperlihatkan gas masuk ke dalam gedung.
- Penggunaan Gas Air Mata: Regulasi menyebut gas air mata adalah opsi terakhir dalam pengendalian massa. Namun, dalam insiden ini, targetnya kabur—apakah betul ke arah perusuh atau justru indiscriminately ke arah kampus.
- Dampak Demokrasi: Serangan ke kampus bisa dipandang sebagai bentuk pembungkaman ruang kritis mahasiswa, yang selama ini menjadi motor demokrasi di Indonesia.
Tabel Ringkas Fakta
Aspek | Detail |
---|---|
Waktu Kejadian | Senin, 1 September 2025, sekitar 23.38 WIB |
Lokasi | Jalan Tamansari, Bandung – area kampus Unisba & Unpas |
Aparat Terlibat | Polri–TNI gabungan |
Tindakan | Menembakkan gas air mata & peluru karet ke arah mahasiswa dan kampus |
Alasan Aparat | Mengaku diserang bom molotov, bertindak preventif |
Korban | ≥69 mahasiswa & 24 lainnya terdampak, 3 satpam tumbang |
Dampak Langsung | Sesak napas, iritasi, trauma, kampus jadi tidak aman |
Respon Publik | Kecaman LBH, akademisi, warganet; tagar #AllEyesOnBandung trending |
Implikasi | Pelanggaran kebebasan akademik, potensi krisis kepercayaan terhadap aparat |